日本のことばと文化 初級1 A2 MARUGOTO Plus

Cara menambahkan cara baca huruf kanji (furigana)
00:00 / 00:00

この人This Person

Pengrajin Lonceng Angin Bapak Hisao Sekine

Mendengar "Rasa Dingin"

Musim panas di Jepang, dengan kebanyakan harinya yang mencapai suhu lebih dari 35℃, membuat kebanyakan orang Jepang merasa sejuk begitu mendengar bunyi lonceng angin. Ada seorang pengrajin lonceng angin yang dibuatnya terus-menerus selama lebih dari 20 tahun berkeliling kota menarik gerobak dagangannya. Sekarang, pemandangan seperti itu sangat jarang ditemui di kota-kota.

Kota Mishima, bertempat di sebelah tenggara gunung Fuji. Di kota yang sejak dulu dikenal makmur sebagai kota tempat pelancong menginap, mengalir genangan mata air yang jernih dari gunung Fuji di seluruh sudut kota. Di hari yang panas sekalipun, tangan kita akan merasa dingin begitu kita celupkan ke dalam genangan air tersebut. Taman dan jalanan untuk berjalan kaki pun tampak tertata rapi, dan di saat musim panas, anak-anak dan orang tua akan berkumpul di tempat air menggenang yang dikelilingi pepohonan, mengharapkan kesejukan.

Air yang sejuk dan jernih, serta bayangan dari pepohonan hijau yang menyejukkan. Dari sudut kota seperti ini, bila kita hadapkan telinga kita, dari kejauhan terdengar bunyi cring cring yang menyejukkan dan menenangkan hati yang semakin lama semakin mendekat, berbaur dengan suara anak-anak bermain dan bunyi serangga riang-riang (serangga yang berbunyi di musim panas). Berdagang keliling kota dengan menarik gerobak berisikan lonceng angin inilah yang menjadi pemandangan khas musim panas di Mishima. Di gerobak tersebut, tergantung sekitar 30 buah lonceng angin seperti gelas wine yang dibalik. Ada yang berbentuk bulat, lonjong, dll, ada yang bergambar gunung Fuji, buah semangka, atau ada yang tidak bergambar sama sekali, begitu banyak bentuk dan motifnya. Tidak ada satupun yang sama. Setiap kali angin bertiup, ataupun setiap gerobaknya bergerak, maka akan terdengar bunyi cring cring dari lonceng angin yang tergerak dengan serempak.

Orang tua dari Tokyo yang mengajak serta anaknya untuk berwisata, datang menghampiri gerobak. "Bunyi yang menyejukkan ya. Berbeda dengan bunyi bel pintu yang ada di rumah, kalau bunyi lonceng angin ini begitu alami."

Keinginan untuk menyampaikan "Kenangan yang menyejukkan" kepada semua orang

Yang menjual lonceng angin dengan berkeliling menarik gerobak adalah seorang pengrajin lonceng angin bernama Bapak Hisao Sekine. Dengan mengenakan caping di kepala, lalu hapi (semacam luaran yang biasa digunakan saat festival) dan matahiki (celana khas untuk bekerja), ia berjalan santai keliling kota. Ia berjualan setiap awal bulan Juni sampai akhir bulan Agustus di musim panas setiap tahunnya.

"Sebenarnya, awal mula saya berjualan lonceng angin dengan gerobak ini, tujuan utamanya bukan untuk menjual lonceng angin saja. Tetapi lebih luas dari itu, dimaksudkan agar orang-orang yang datang ke kota Mishima dapat membawa pulang kenangan yang menyejukkan. Apabila kita melihat pemandangan gerobak dengan lonceng angin yang tergantung berderet dan bunyi yang ditimbulkannya, akan terasa sejuk bukan? Dan, sewaktu-waktu nanti, di suatu tempat di musim panas mereka mendengar bunyi lonceng angin lalu teringat akan kota Mishima, saya akan merasa senang."

Saat ini, gerobak jualan lonceng angin ini menjadi pemandangan khas musim panas di Mishima.
"Saya memulai menjadi pedagang keliling sejak 20 tahun yang lalu, dan akhir-akhir ini sewaktu gerobak saya berjejer dengan mobil yang sedang menunggu lampu merah, meskipun di dalam mobil sudah dipasang AC, tetapi orang tersebut membuka jendela mobilnya. Katanya mereka ingin merasakan sejuknya dari bunyi lonceng angin saya. Saat itu saya merasa bahagia sekali karena pesan yang ingin saya sampaikan lewat lonceng angin dapat sampai kepada orang lain", ujar Bapak Sekine sambil tertawa.

Mempertahankan "bunyi natural"

Keluarga Bapak Sekine adalah keluarga yang menjual keramik, dan ia mulai belajar membuat lonceng angin secara otodidak. Ia memaparkan awal mulanya menggeluti lonceng angin adalah karena ia tertarik lalu mulai mempelajari kaca klasik, dan ketika ingin membuat benda khas di Mishima, saat itulah ia teringat akan lonceng angin. Ia menambahkan bahwa lonceng angin sangat kuat dengan imajinasi akan air yang mengalir jernih dan sejuknya bunyi yang dihasilkan lonceng angin. "Kanoko", sebuah hasil karya lonceng angin yang mewakili kejernihan menjadi lonceng angin yang dapat mengekspresikan pergerakan air tersebut. Saat ini, "Lonceng angin kota Mishima" karya Bapak Sekine, ditetapkan sebagai "Merek Mishima"produk khas kota Mishima.

Yang dipertahankan oleh Bapak Sekine adalah "bunyi yang natural". Menurut Bapak Sekine yang dimaksud dengan "bunyi yang natural" adalah bunyi yang meresap dalam kehidupan sehari-hari, bunyi yang terdengar alami di telinga, bunyi yang tidak membuat berisik atau mengganggu dan bunyi yang tidak terlalu tegas.

"Ketika lonceng angin berbunyi, yang ingin dirasakan adalah kesejukannya. Begitu lonceng berbunyi, 'oh angin sedang bertiup ya'. Karena itulah, kalau bunyi lonceng angin terlalu keras, maka akan membuat efek berisik karena keberadaan lonceng angin yang terlalu kuat. Bunyi yang rendahpun, akan menghasilkan bunyi benturan seperti mengetuk kaca, sehingga akan sulit mengekspresikan suasana angin yang sejuk."

Mengasah keterampilan sambil berkomunikasi dengan kaca

Tempat Bapak Sekine bekerja ada di lantai 3 rumahnya. Pembuatan badan lonceng angin seluruhnya dilakukan sendiri, dan prosesnya yang simpel cukup membuat kaget para pengrajin lainnya. Meskipun demikian, kaca yang dihasilkan bisa berkualitas tinggi, dan Bapak Sekine berkata "Saya tidak memaksakan kehendak pada kaca, saya membuat kaca membentuk seperti apa yang dia mau" Bukan menyesuaikan dengan kondisi si pengrajin, tetapi membuatnya sambil berkomunikasi dengan melihat kondisi kaca tersebut. Karena itu tidak bisa diproduksi secara masal.

Untuk menghasilkan "bunyi yang lebih natural", Bapak Sekine terus menerus mencoba teknik baru setiap tahunnya seperti menambahkan berbagai macam logam ke dalam kaca. Ia tidak hanya memilih bahan baku, tetapi juga mengubah bentuk lonceng atau panjangnya tanzaku (kertas persegi panjang bertuliskan kata, kalimat atau syair) serta mengulang prosesnya lalu mengetes perbedaan volume dan tone dari kualitas bunyinya. Upaya untuk menyampaikan suasana kesejukan tidak hanya upaya dari bunyi saja. Lukisan yang ditambahkan pada lonceng angin seperti gambar gunung Fuji adalah bukan hanya karena gunung Fuji terlihat dari kota Mishima, tetapi saya ingin agar orang-orang dapat merasakan suasana sejuknya puncak gunung Fuji.

"Ada arti dan maksud dari seluruh elemen lonceng angin seperti bentuk, volume, kualitas bahan, desain, dll. Agar suasana kesejukan dapat tersampaikan dengan baik, saya akan terus berupaya dan berupaya, dan saya yakin masih bisa membuat lonceng angin yang lebih baik lagi. Saya sering ditanya, dari lonceng angin yang dibuat sampai saat ini, mana yang paling bagus? dan saya selalu menjawab, lonceng angin yang dibuat satu bulan kemudianlah yang paling bagus."

Keinginan untuk menyampaikan suasana "Musim panas di Jepang"

Bapak Sekine membuka kelas pembuatan lonceng angin untuk anak-anak dengan maksud agar lonceng angin sebagai budaya Jepang dan daya tarik kaca dapat tersampaikan kepada mereka. Ia pernah mendapat pelajaran penting ketika membimbing anak-anak. "Sebelumnya saya memiliki target untuk membuat lonceng angin dengan bentuk yang sama dan bunyi yang sama. Namun, ketika melihat beragamnya hasil karya anak-anak yang telah membuatnya dengan susah payah, saya jadi berpikir lonceng angin yang unik pada setiap buahnya merupakan hal yang menarik. Kaca dengan sedikit retakan, tidak seragam, atau terkandung gelembung angin biasanya menjadi karya yang tidak dipakai. Tetapi kalau benda keramik, maka hal tersebut akan dipandang sebagai nilai lebih yaitu menjadi citarasa barang tersebut. Kalau produk kaca juga dipandang sama dengan produk keramik, maka akan lahir berbagai cara untuk menikmati ataupun terbuka lebarnya untuk kemungkinan yang lain. Tentu saja, setelah orang tersebut memiliki ilmu dan keterampilan sebagai seorang profesional." Sejak saat itu, dia masih tetap memiliki target untuk menghasilkan lonceng angin yang berkualitas tinggi, tetapi juga dia jadi dapat menikmati keunikan dan kekhasan pada setiap produknya.

Pada saat ia berjalan keliling kota menarik gerobak dagangnya, ia bertemu dengan seorang ibu yang membawa anaknya. Saat itu, si ibu berkata kepada anaknya, "Itu, de, lonceng angin namanya, menyejukkan ya". Seandainya si anak masih bayi yang belum mengerti bahasa, Bapak Sekine merasa lega melihat kondisi tersebut. Seiring dengan mengalirnya air dari gunung Fuji yang meresap ke dalam tanah, "Bunyi musim panas di Jepang" akan turun temurun diwariskan dari orang tua kepada anaknya.

ページトップへ